HUKUM HUMANITER (Study Kasus; Konflik Yugoslavia)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Konflik yang terjadi antara
etnis Bosnia dan etnis serbia berawal dari keinginan masyarakat Bosnia untuk
memerdekakan diri dari wilayah Serbia. Akibat dari jatuhnya kekuatan negara
Yugoslavia menjadi beberapa negara. Sehingga Bosnia yang merupakan bagian
wilayah dari Yugoslavia juga berusaha untuk memerdekakan dirinya. Hal ini yang
kemudian ditentang oleh masyarakat Serbia yang tetap menginginkan Bosnia
menjadi wilayah dari negara Serbia. Hal ini disebabkan karena letak etnis
Serbia menginginkan menguasai wilayah Bosnia dan memanfaatkan sumber daya alam
yang ada. Hal ini menyingkirkan etnis asli Bosnia yang tidak menginginkan
Bosnia kembali menguasai mereka.
Konflik ini merupakan
konflik lokal antara penduduk asli Bosnia yang menginginkan kemerdekaan penuh
bagi negara Bosnia sesuai dengan referendum yang telah dilakukan masyarakat
Bosnia. Namun hal ini kemudian di tentang keras oleh etnis Serbia. Sehingga
konflik ini kemudian menjadi konflik antar etnis. Yaitu antara etnis Serbia dan
etnis Bosnia yang memang memiliki banyak perbedaan terutama soal keyakinan.
Konflik ini kemudian semakin besar mengingat ada upaya-upaya dari etnis Serbia
yang didukung oleh tentara dan presidennya untuk melakukan pembersihan etnis
terhadap etnis Bosnia.
Konflik
ini semakin meningkat ketika Serbia membombardir ibukota Bosnia, Sarajevo dan
kota lainnya dibombardir habis–habisan, gerilyawan Bosnia ditangkap dan disiksa
dalam kamp–kamp konsentrasi dan puluhan ribu wanita muda dan gadis kecil Bosnia
diperkosa. Data menyebutkan bahwa korban etnis Serbia
sepanjang perang ini mencapai 200.000 orang yang terbunuh[1]. Dunia pada saat itu dipenuhi oleh korban penyembelihan dan
kuburan massal yang menakutkan yang ditimpakan Serbia kepada etnis Bosnia.
Sampai pada awal 1993, konflik antara Serbia dan Bosnia masih belum reda
walaupun pasukan penjaga perdamaian PBB yang terdiri atas tentara Amerika
Serikat, Inggris, Perancis telah melakukan operasi pemeliharaan perdamaian.
Pembantaian ribuan etnis
Serbia di Srebrenica pada Juli 1995 juga menjadi konflik ini semakin
berkepanjangan. Dan menyebabkan dinamika konflik Bosnia semakin meningkat.
Sekitar 8.000 etnis Bosnia, yang sebagian besar adalah pria dan anak laki-laki,
dibantai dalam aksi yang paling biadab dalam sejarah Eropa.
Pembantaian berlangsung saat pasukan Serbia menyerang wilayah aman dalam
perlindungan PBB, yakni Srebrenica. Pasukan Belanda yang berjaga di sana tidak
mampu berbuat apa pun. Dalang pembantaian itu Radovan Karadzic, yang saat itu
menjabat pemimpin perang Bosnia Serbia, dan Jenderal Ratko Mladic.
Pembantaian ini dimulai
ketika para pengungsi yang berasal dari etnis Serbia melakukan pelarian ke
wilayah Srebrenica. Para pengungsi ini menyangka bahwa wilayah Srebrenica
merupakan wilayah aman karena dijaga oleh pasukan NATO. Namun, ternyata itu
hanyalah tipuan dari tentara serbia untuk melakukan pembunuhan massal terhadap
etnis Bosnia. Di wilayah ini kemudian ditemukan kuburan massal etnis bosnia
yang di kubur secara massal oleh tentara Serbia.
B. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulis dalam
tulisan ini adalah untuk menjelaskan dan membuktikan adanya pelanggaran HHI
pada perang Bosnia.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kejahatan Kemanusiaan dan
Pelanggaran Hukum Humaniter
Konflik
kemanusiaan di Yugoslavia juga tidak terlepas dari pelanggaran kemanusiaan dan
terhadap hukum humaniter. Berbagai pelanggaran yang dilakukan bertentangan
dengan prinsip-prinsip kemanusiaan sebagaimana terkandung dalam konvensi
Jenewa. Adapun beberapa individu yang melakukan kejahatan perang tersebut yaitu
Zlatko Aleksovski (komandan penjara), Jenderal Tihomir Blaskic (komandan dewan
pertahanan kroasia), Anto Furundzija
(komandan lokal), Mario Cerkez (mantan komandan), Drago Josipovic (tentara HVO),
Dario Kordic (pemimpin Regional), dan masih banyak lagi yang diduga keras
melakukan pelanggaran HAM.
Kita
tidak akan membahas semua pelanggaran, kita hanya akan menganalisa dua kasus
yang dianggap cukup mewakili berbagai pelanggaran lain yang dilakukan. Salah
satu pelanggaran HAM berat dilakukan oleh Jenderal Tihomir Blaskic. Ia adalah
mantan komandan pada dewan pertahanan Kroasia (Croatian Defense Council/HVO).
Ia didakwa atas serangkaian kekejaman yang dilakukannya terhadap kaum muslim
Bosnia antara bulan Mei 1992 dan Januari 1994 di Bosnia dan Herzegovina di
wilayah Lembah Lasva.
Dalam
kapasitasnya sebagai komandan angkatan Bosnia Kroasia, Balskic didakwa
melakukan 6 jenis pelanggaran HAM seperti diatur dalam konvensi Jenewa 1949,
pasal 2 statuta ICTY, 11 jenis pelanggaran atas kebiasaan perang, dimana
penuntut menarik dakwaannya, dan 3 jenis kejahatan kemanusiaan (crimes against humanity)[2].
Adapun
beberapa pelanggaran tersebut antara lain, penganiyaan (persecution), serangan ilegal terhadap penduduk sipil dan harta
benda mereka, menyandera warga sipil, pembunuhan sengaja (wilful killing), secara sengaja menyebabkan penderitaan berat atau
luka badan yang serius, pembunuhan, perlakuan tidak manusiawi, serta
penghancuran dan perampasan harta penduduk sipil.
Jenderal
Tihomir Blaskic dikenai dakwaan pelanggaran HAM berat berdasarkan kejahatan
perang yang merupakan pelanggaran berat
terhadap konvensi Jenewa 1949 (pasal 2 statuta ICTY) yaitu:[3]
“ Pengadilan Internasional harus memiliki kekuasaan untuk mengadili orang-orang
yang melakukan atau memerintahkan untuk melakukan pelanggaran berat terhadap
Konvensi Jenewa tertanggal 12 Agustus 1949, terhadap seseorang atau harta benda
yang dilindungi oleh pasal-pasal dalam Konvensi Jenewa yang terkait dengan
pelanggaran-pelanggaran dibawah ini:
-Pembunuhan dengan sengaja (wilful
killing).
-Penyiksaan atau perlakuan
tidak manusiawi, termasuk eksperimen biologi.
-Secara sengaja mengakibatkan
penderitaan berat atau luka serius atau membahayakan kesehatan.
-Penghancuran secara
besar-besaran atas harta benda secara tidak sah dan sewenang-wenang dan
dilakukan bukan karena alasan keterdesakan militer.
-Memaksa tahanan perang atau
warga sipil untuk terlibat dalam peperangan.
-Secara sengaja mencabut
hak-hak tahanan perang atau warga sipil atas pengadilan yang adil (fair trial).
-Deportasi atau trasfer tidak
sah atau penahanan ilegal atas warga sipil.
-Menyandera warga sipil.
Satu
kasus lain yang dapat kita lihat yaitu pelanggaran terhadap kebiasaan perang
yang dilakukan oleh Anto Furundzija, seoran komanda lokal pada unit khusus
polisi militer pada Dewan Pertahanan Kroasia, dan dikenal sebagai “jokers”.
Ia didakwa melakukan dua jenis pelanggaran atas hukum atau aturan perang.
Sebagai salah satu pelaku penyiksaan dan membantu serta bersekongkol melakukan
serangkaian kekerasan terhadap martabat pribadi, termasuk pemerkosaan.
Berdasakan
kejahatan perang yang dilakukannya, Furundzija didakwa melanggar pasal 75 ayat 2 mengenai jaminan-jaminan dasar dalam
protokol tambahan II Konvensi Jenewa 1949 yang menegaskan bahwa tindakan-tindakan yang meliputi pembunuhan, pemerkosaan,
penyanderaan, dan lain-lain tetap dilarang dalam waktu dan di tempat apapun[4].
Dakwaan
ini dipertegas dengan pasal 3 dalam statuta ICTY yang menekankan pada kejahatan
perang dan pelanggaran atas hukum dan kebiasaan perang. Pasal tersebut
menegaskan bahwa “ Pengadilan Internasional harus memiliki kekuasaan untuk
mengadili orang-orang yang melanggar hukum atau kebiasaan perang. Pelanggaran
tersebut dapat meliputi, tapi tidak terbatas pada penggunaan senjata beracun,
penghancuran kota, serangan atau bombardir, penggusuran, dan perampasan
terhadap harta milik pribadi”.
Penjelasan
diatas hanya menceritakan sebagian kecil dari dakwaan hukuman yang diterima
oleh para penjahat perang atau pelanggar hukum humaniter internasional. Hal
tersebut menunjukkan bahwa perang tidak hanya didasarkan pada kepentingan dan
kemenangan belakan, namun harus juga memikirkan nilai-nilai kemanusiaan.
Dakwaan terhadap kekejaman perang bukan hanya ancaman belaka, fakta diatas
menunjukkan bahwa penjahat perang dapat didakwa sesuai dengan hukum
internasional yang berlaku.
B. Pengadilan Pidana
Internasional dan Putusan Hukuman
Sesuai
dengan mandat dari DK PBB tentang
pendirian pengadilan pidana internasional untuk bekas negara Yugoslavia tahun
1991, telah berhasil menyidangkan dan menjatuhkan hukuman kepada beberapa yang
didakwa melakukan kejahatan selama perang berlangsung, beberapa diantara
yaitu:
a.
Tihomir
Blaskic (Jenderal Bosni-Kroasia)
Atas
dakwaan 6 jenis pelanggaran HAM berat seperti yang diatur dalam Konvensi Jenewa
1949, mantan Jenderal besar tersebut kemudian dijatuhi hukuman sampai 45 tahun
penjara. Namun, pada tahun 2004, Mahkamah
Kejahatan Perang untuk bekas Yugoslawia, dalam sidang banding melonggarkan
sanksi terhadap mantan Jendral Bosnia-Kroasia, Tihomir Blaskic. Tadinya Blaskic
djatuhi hukuman 45 tahun penjara. Sekarang majelis hakim menurunkan sanksinya
menjadi 9 tahun penjara. Dalam kebanyakan butir-butir gugatan, Blaskic
dinyatakan tidak bersalah. Pada instansi pertama, Blaskic dijatuhi hukuman 45
tahun penjara dengan tuduhan memerintahkan serangan terhadap masyarakat sipil.
Para pengacaranya kemudian mengajukan naik banding dan menyatakan kliennya
tidak bersalah[5].
b.
Anto
Furundzija (Komandan Lokal)
Atas
pelanggaran hukum yang dilakukannya, ia dijatuhi hukuman 10 tahun penjara pada
putusan pertama dan 8 tahun penjara pada putusan akhir, dan harus segera
menjalankannya.
c.
Zlatko
Aleksovski (Komandan penjara)
Ia
dinyatakan bersalah karena telah membantu dan bersekongkol (aiding and abetting) dalam perkara ini. Sidan banding (appeals chamber) menaikkan hukumannya
menjadi 7 tahun penjara.
d.
Mario
Cerkez (Mantan komandan brigade)
Ia
didakwa melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan, pelanggaran terhadap hukum
atau kebiasaa perang (laws or customs of
war) dan pelanggaran berat terhadap Konvensi Jenewa 1949. Cerkez dijatuhi
hukuman 5 tahun penjara.
e.
Drago
Josipovic (Tentara HVO)
Ia
didakwa oleh sidang pengadilan atas penganiyaan, pembunuhan, dan tindakan tidak
manusiawi seperti kejahatan terhadap kemanusiaan. Ia dijatuhi hukuman 10, 15,
dan 10 tahun penjara. Sidan banding menyetujui permohonan bandingnya dan
mengurangi hukumannya menjadi 12 tahun penjara.
f.
Dario
Kordic (Pemimpin Regional)
Ia
didakwa melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan, serta pelanggaran berat
terhadap Konvensi Jenewa 1949. Ia dijatuhi hukuman selama 25 tahun penjara atas
dakwaan tersebut.
C. Hubungan Bilateral (Serbia-Bosnia)
Menjelang akhir tahun 1995 dimana
semua perundingan perdamaian menemui jalan buntu, Uni Eropa akhirnya ikut
berpartisipasi dalam dalam
proses perdamaian yang terjadi di Bosnia. Masyarakat Uni Eropa mencoba mengajak
kedua belah pihak yang bertikai untuk mau melakukan perundingan guna
menyelesaikan konflik tersebut. Masyarakat Uni Eropa menjadi mediator
perundingan antara Serbia dan juga Bosnia dalam perundingan Lissabon yang
dilaksanankan pada tahun 1992 guna mencari solusi kedua belah pihak dalam
menyelesaikan konflik tersebut. Dalam perjanjian ini kedua belah pihak sepakat
menjadikan Bosnia sebagai negara Federasi yang terdiri dari tiga etnis dan
memiliki wilayah masing-masing dari etnis tersebut. Yaitu, etnis Muslim Bosnia,
etnis Serbia, dan etnis Kroat Kroasia. Namun perjanjian ini juga belum mampu
menghentikan kekerasan yang terjadi di Bosnia. Karena ledakan yang terjadi di
Sarajevo tersebut menyebabkan pihak Bosnia masih merasa terancam walaupun telah
terjadi kesepakatan.
Setelah upaya-upaya yang dilakukan oleh PBB, Uni Eropa
Maupun negara-negara lainnya mengalami kegagalan dalam kurun waktu 1992 hingga
1994. Maka pada bulan Mei tahun 1995 pakta keamanan atlantik (NATO) mengambil
keputusan untuk melakukan invasi militer ke wilayah Serbia. Invasi ini
mendapatkan dukungan dari PBB dan Uni Eropa serta Amerika Serikat guna memaksa
Serbia untuk kembali melakukan perundingan dalam upaya menyeesaikan konflik di
wilayah tersebut. Akhirnya pada bulan November tahun 1995 Serbia dan Bosnia
kembali berunding dan melakukan perjanjian di Dayton Amerika Serikat.
Perjanjian ini merupakan puncak dari semua perjanjian yang telah diupayakan
PBB,
Pertemuan tersebut berlangsung sejak 1 November hingga 2
November 1995. Peserta utamanya adalah presiden Serbia, Slobodan Milošević,
presiden Kroasia, Franjo Tuđman, presiden Bosnia, Alija Izetbegović, kepala
negosiator Amerika, Richard Holbrooke dan Jenderal Wesley Clark.Persetujuannya
ditanda tangani di Paris, Perancis pada 14 Desember. Pembagian politik Bosnia-Herzegovina
saat ini dan struktur pemerintahannya merupakan hasil persetujuan dari
Perjanjian Dayton.
Hasil perundingan Dayton berisi antara lain sebagai berikut
:
· Bosnia Herzegovina tetap sebagai negara tunggal secara
internasional
· Ibukota Sarajevo tetap bersatu di bawah federasi muslim
Bosnia
· Penjahat perang seperti yang telah ditetapkan mahkamah
internasional tidak boleh memegang jabatan.
· Pengungsi berhak kembali ke tempatnya
· Pelaksanaan pemilu menunggu perjanjian Paris[6]
Setelah perang Bosnia berakhir,
hubungan keduanya berangsur membaik terbukti dengan sikap Serbia yang
menyerahkan penjahat perangnya, Ratko Mladic untuk diadili di mahkamah
internasional atas tindakan selama perang. Hal ini menunjukkan komitmen Serbia
atas perdamaian dengan Bosnia dan membuktikan bahwa Serbia tidak melindungi
kelompoknya sendiri demi tercapainya perdamaian di kawasan. Selain itu letak
geografis keduanya yang berada di benua Eropa membuat Serbia dan Bosnia
sama-sama menginginkan status keanggotaan Uni Eropa sehingga keduanya
diharuskan bekerjasama untuk meneruskan hubungan kerja yang lebih
dinamis dan masing-masing negara akan mendukung satu sama lain dalam upaya
mereka masing-masing menuju integrasi Eropa yang lebih besar.
Perkembangan terkini, pada awal tahun 2012 dicapai kesepakatan antara kedua belah pihak untuk
mengijinkan konsulat dari satu negara memberi layanan kepada warga pihak
lainnya di daerah-daerah dimana hanya satu negara yang punya perwakilan[7].
Sesuai dengan isi perjanjian Dayton yang menyebutkan Bosnia
adalah sebuah negara tunggal secara internasional, maka secara otomatis Bosnia
berhak menentukan nasibnya sendiri. Namun kondisi perang yang meluluhlantakkan
hampir 80% infrastrukturnya membuat Bosnia menjadi salah satu Negara termiskin di
semenanjung Baltik. Sebelumnya selama Bosnia berada dibawah
Yugoslavia, Bosnia Herzegovina termasuk negara yang paling miskin dibandingkan
negara-negara bagian lain. Kondisi ini kemudian diperparah oleh konflik etnis
dengan Serbia.
Untuk memulihkan kondisi perekonomiannya, Bosnia masih
mengandalkan bantuan-bantuan dari luar negeri seperti Bank Pembanguanan Islam
(IDB) yang saat itu telah mendirikan Bank Internasional Bosnia pada September
2000. Bank tersebut dibentuk atas modal dasar sebesar 300 juta dolar AS dengan
modal yang disetor sebesar 60 juta dolar AS. Modal tersebut antara lain berasal
dari IDB serta bank Islam lainnya sebagai pendiri seperti Bank Islam Abu Dhabi,
Bank Islam Dubai, Bank Islam Bahrain serta dari investor swasta muslim lainnya.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Perang
Yugoslavia, yang berawalan pada tahun 1990an, telah memberikan beberapa akibat
seperti terpecahnya Yugoslavia menjadi beberapa Negara , seperti Serbia dan
Bosnia, serta terlaksananya beberapa pelanggaran HHI sesuai dengan konvensi
Jenewa oleh beberapa aktor penjahat Internasional yang pada umumnya juga
merupakan komandan seperti Zlatko Aleksovski (komandan penjara) dan Jenderal
Tihomir Blaskic (komandan dewan pertahanan kroasia). Pelanggaran HHI terbesar
yang dilakukan adalah ketika terjadinya konflik Serbia – Bosnia, dimana Bosnia
ingin memerdekakan negaranya dari kedaulatan Serbia yang semenjak itu berhasil
merdeka dari Yugoslavia, yang tidak disetujui oleh pihak Serbia. Akibatnya,
sekitar dua ratus ribu korban terbunuh. Meskipun konflik tersebut sudah dapat
diselesaikan dan para pelanggar HHI sudah dapat diadili di International
Court of Justice, dampak yang diberikan akibat dari perang Yugoslavia,
khususnya dari konflik Serbia – Bosnia, cukup besar terhadap stabilitas
keamanan global. Kasus ini juga merupakan bukti yang cukup nyata bahwa
keinginan untuk memiliki power, memperluas itu kekuasaan, serta
menjajahi pihak yang powerless atau yang lemah masih ada. Semoga hal
seperti ini tidak akan terulang lagi di masa yang akan datang.
DAFTAR
PUSTAKA
Human Rights Watch. 2007. Genosida Kejahatan
Perang dan Kejahatan Terhadap Kemanusiaan : Saripati Kasus-kasus Pelanggaran
HAM Berat dalam Pengadilan Pidana Internasional untuk Bekas Negara Yugoslavia.
Jakarta : ELSAM.
Statuta International
Criminal Tribunal for the former Yugoslavia (ICTY) Article 2 Grave breaches of the Geneva
Conventions of 1949.
Direktorat Jenderal Hukum dan
Perundang-undangan. 2003. Terjemahan Konvensi Jenewa 1949. Jakarta :
Departemen Kehakiman. hal,100
ICTY,” The
Prosecutor of the Tribunal Against Tihomir Blaskic”, online, http://un.org/icty/indictment.com, diakses tanggal 29
April 2012
Deutsche Welle, “ Keringanan Hukuman untuk Mantan
Jenderal Bosnia-Kroasia”, online, http://www.dw-world.de, diakses tanggal 29
April 2012.
Tribunnews
“hubungan bilateral Serbia-Bosnia mencapai babak baru” diakses tanggal
29 April 2012
[1]Nurkhoolis
Ridho,”Konflik antar Bosnia dan Serbia Pada Tahun 1991”, online, http://sejarah.kompasiana.com,
diakses tanggal 24 Desember 2010.
[2]ICTY,” The
Prosecutor of the Tribunal Against Tihomir Blaskic”, online, http://un.org/icty/indictment.com, diakses tanggal 24 Desember 2010.
[3] Statuta International Criminal Tribunal for the former Yugoslavia (ICTY) Article 2 Grave breaches
of the Geneva Conventions of 1949.
[4] Direktorat Jenderal Hukum dan Perundang-undangan. 2003. Terjemahan Konvensi Jenewa 1949. Jakarta
: Departemen Kehakiman. hal,100.
[5]Deutsche
Welle, “ Keringanan Hukuman untuk Mantan Jenderal Bosnia-Kroasia”, online, http://www.dw-world.de, diakses tanggal 20 April 2012.
[6] Human Rights Watch. 2007. Genosida Kejahatan Perang dan Kejahatan Terhadap Kemanusiaan : Saripati
Kasus-kasus Pelanggaran HAM Berat dalam Pengadilan Pidana Internasional untuk
Bekas Negara Yugoslavia. Jakarta : ELSAM.
[7] Tribunnews “hubungan bilateral Serbia-Bosnia mencapai babak baru”
diakses tanggal 29 April 2012