Pengikut

Kamis, 05 Juli 2012


HUKUM HUMANITER (Study Kasus; Konflik Yugoslavia)
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Konflik yang terjadi antara etnis Bosnia dan etnis serbia berawal dari keinginan masyarakat Bosnia untuk memerdekakan diri dari wilayah Serbia. Akibat dari jatuhnya kekuatan negara Yugoslavia menjadi beberapa negara. Sehingga Bosnia yang merupakan bagian wilayah dari Yugoslavia juga berusaha untuk memerdekakan dirinya. Hal ini yang kemudian ditentang oleh masyarakat Serbia yang tetap menginginkan Bosnia menjadi wilayah dari negara Serbia. Hal ini disebabkan karena letak etnis Serbia menginginkan menguasai wilayah Bosnia dan memanfaatkan sumber daya alam yang ada. Hal ini menyingkirkan etnis asli Bosnia yang tidak menginginkan Bosnia kembali menguasai mereka.
Konflik ini merupakan konflik lokal antara penduduk asli Bosnia yang menginginkan kemerdekaan penuh bagi negara Bosnia sesuai dengan referendum yang telah dilakukan masyarakat Bosnia. Namun hal ini kemudian di tentang keras oleh etnis Serbia. Sehingga konflik ini kemudian menjadi konflik antar etnis. Yaitu antara etnis Serbia dan etnis Bosnia yang memang memiliki banyak perbedaan terutama soal keyakinan. Konflik ini kemudian semakin besar mengingat ada upaya-upaya dari etnis Serbia yang didukung oleh tentara dan presidennya untuk melakukan pembersihan etnis terhadap etnis Bosnia.
Konflik ini semakin meningkat ketika Serbia membombardir ibukota Bosnia, Sarajevo dan kota lainnya dibombardir habis–habisan, gerilyawan Bosnia ditangkap dan disiksa dalam kamp–kamp konsentrasi dan puluhan ribu wanita muda dan gadis kecil Bosnia diperkosa. Data menyebutkan bahwa korban etnis Serbia sepanjang perang ini mencapai 200.000 orang yang terbunuh[1]. Dunia pada saat itu dipenuhi oleh korban penyembelihan dan kuburan massal yang menakutkan yang ditimpakan Serbia kepada etnis Bosnia. Sampai pada awal 1993, konflik antara Serbia dan Bosnia masih belum reda walaupun pasukan penjaga perdamaian PBB yang terdiri atas tentara Amerika Serikat, Inggris, Perancis telah melakukan operasi pemeliharaan perdamaian.
Pembantaian ribuan etnis Serbia di Srebrenica pada Juli 1995 juga menjadi konflik ini semakin berkepanjangan. Dan menyebabkan dinamika konflik Bosnia semakin meningkat. Sekitar 8.000 etnis Bosnia, yang sebagian besar adalah pria dan anak laki-laki, dibantai dalam aksi yang paling biadab dalam sejarah Eropa. Pembantaian berlangsung saat pasukan Serbia menyerang wilayah aman dalam perlindungan PBB, yakni Srebrenica. Pasukan Belanda yang berjaga di sana tidak mampu berbuat apa pun. Dalang pembantaian itu Radovan Karadzic, yang saat itu menjabat pemimpin perang Bosnia Serbia, dan Jenderal Ratko Mladic.
Pembantaian ini dimulai ketika para pengungsi yang berasal dari etnis Serbia melakukan pelarian ke wilayah Srebrenica. Para pengungsi ini menyangka bahwa wilayah Srebrenica merupakan wilayah aman karena dijaga oleh pasukan NATO. Namun, ternyata itu hanyalah tipuan dari tentara serbia untuk melakukan pembunuhan massal terhadap etnis Bosnia. Di wilayah ini kemudian ditemukan kuburan massal etnis bosnia yang di kubur secara massal oleh tentara Serbia.

B. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulis dalam tulisan ini adalah untuk menjelaskan dan membuktikan adanya pelanggaran HHI pada perang Bosnia.


BAB II
PEMBAHASAN

A. Kejahatan Kemanusiaan dan Pelanggaran Hukum Humaniter
Konflik kemanusiaan di Yugoslavia juga tidak terlepas dari pelanggaran kemanusiaan dan terhadap hukum humaniter. Berbagai pelanggaran yang dilakukan bertentangan dengan prinsip-prinsip kemanusiaan sebagaimana terkandung dalam konvensi Jenewa. Adapun beberapa individu yang melakukan kejahatan perang tersebut yaitu Zlatko Aleksovski (komandan penjara), Jenderal Tihomir Blaskic (komandan dewan pertahanan kroasia),  Anto Furundzija (komandan lokal), Mario Cerkez (mantan komandan), Drago Josipovic (tentara HVO), Dario Kordic (pemimpin Regional), dan masih banyak lagi yang diduga keras melakukan pelanggaran HAM.
Kita tidak akan membahas semua pelanggaran, kita hanya akan menganalisa dua kasus yang dianggap cukup mewakili berbagai pelanggaran lain yang dilakukan. Salah satu pelanggaran HAM berat dilakukan oleh Jenderal Tihomir Blaskic. Ia adalah mantan komandan pada dewan pertahanan Kroasia (Croatian Defense Council/HVO). Ia didakwa atas serangkaian kekejaman yang dilakukannya terhadap kaum muslim Bosnia antara bulan Mei 1992 dan Januari 1994 di Bosnia dan Herzegovina di wilayah Lembah Lasva.
Dalam kapasitasnya sebagai komandan angkatan Bosnia Kroasia, Balskic didakwa melakukan 6 jenis pelanggaran HAM seperti diatur dalam konvensi Jenewa 1949, pasal 2 statuta ICTY, 11 jenis pelanggaran atas kebiasaan perang, dimana penuntut menarik dakwaannya, dan 3 jenis kejahatan kemanusiaan (crimes against humanity)[2].
Adapun beberapa pelanggaran tersebut antara lain, penganiyaan (persecution), serangan ilegal terhadap penduduk sipil dan harta benda mereka, menyandera warga sipil, pembunuhan sengaja (wilful killing), secara sengaja menyebabkan penderitaan berat atau luka badan yang serius, pembunuhan, perlakuan tidak manusiawi, serta penghancuran dan perampasan harta penduduk sipil.
Jenderal Tihomir Blaskic dikenai dakwaan pelanggaran HAM berat berdasarkan kejahatan perang yang  merupakan pelanggaran berat terhadap konvensi Jenewa 1949 (pasal 2 statuta ICTY) yaitu:[3] “ Pengadilan Internasional harus memiliki kekuasaan untuk mengadili orang-orang yang melakukan atau memerintahkan untuk melakukan pelanggaran berat terhadap Konvensi Jenewa tertanggal 12 Agustus 1949, terhadap seseorang atau harta benda yang dilindungi oleh pasal-pasal dalam Konvensi Jenewa yang terkait dengan pelanggaran-pelanggaran dibawah ini:
-Pembunuhan dengan sengaja (wilful killing).
-Penyiksaan atau perlakuan tidak manusiawi, termasuk eksperimen biologi.
-Secara sengaja mengakibatkan penderitaan berat atau luka serius atau membahayakan  kesehatan.
-Penghancuran secara besar-besaran atas harta benda secara tidak sah dan sewenang-wenang dan dilakukan bukan karena alasan keterdesakan militer.
-Memaksa tahanan perang atau warga sipil untuk terlibat dalam peperangan.
-Secara sengaja mencabut hak-hak tahanan perang atau warga sipil atas pengadilan yang adil (fair trial).
-Deportasi atau trasfer tidak sah atau penahanan ilegal atas warga sipil.
-Menyandera warga sipil.
Satu kasus lain yang dapat kita lihat yaitu pelanggaran terhadap kebiasaan perang yang dilakukan oleh Anto Furundzija, seoran komanda lokal pada unit khusus polisi militer pada Dewan Pertahanan Kroasia, dan dikenal sebagai “jokers”. Ia didakwa melakukan dua jenis pelanggaran atas hukum atau aturan perang. Sebagai salah satu pelaku penyiksaan dan membantu serta bersekongkol melakukan serangkaian kekerasan terhadap martabat pribadi, termasuk pemerkosaan.
Berdasakan kejahatan perang yang dilakukannya, Furundzija didakwa melanggar pasal 75  ayat 2 mengenai jaminan-jaminan dasar dalam protokol tambahan II Konvensi Jenewa 1949 yang menegaskan bahwa tindakan-tindakan  yang meliputi pembunuhan, pemerkosaan, penyanderaan, dan lain-lain tetap dilarang dalam waktu dan di tempat apapun[4].
Dakwaan ini dipertegas dengan pasal 3 dalam statuta ICTY yang menekankan pada kejahatan perang dan pelanggaran atas hukum dan kebiasaan perang. Pasal tersebut menegaskan bahwa “ Pengadilan Internasional harus memiliki kekuasaan untuk mengadili orang-orang yang melanggar hukum atau kebiasaan perang. Pelanggaran tersebut dapat meliputi, tapi tidak terbatas pada penggunaan senjata beracun, penghancuran kota, serangan atau bombardir, penggusuran, dan perampasan terhadap harta milik pribadi”.
Penjelasan diatas hanya menceritakan sebagian kecil dari dakwaan hukuman yang diterima oleh para penjahat perang atau pelanggar hukum humaniter internasional. Hal tersebut menunjukkan bahwa perang tidak hanya didasarkan pada kepentingan dan kemenangan belakan, namun harus juga memikirkan nilai-nilai kemanusiaan. Dakwaan terhadap kekejaman perang bukan hanya ancaman belaka, fakta diatas menunjukkan bahwa penjahat perang dapat didakwa sesuai dengan hukum internasional yang berlaku.


B. Pengadilan Pidana Internasional dan Putusan Hukuman
Sesuai dengan  mandat dari DK PBB tentang pendirian pengadilan pidana internasional untuk bekas negara Yugoslavia tahun 1991, telah berhasil menyidangkan dan menjatuhkan hukuman kepada beberapa yang didakwa melakukan  kejahatan  selama perang berlangsung, beberapa diantara yaitu:
a.      Tihomir Blaskic (Jenderal Bosni-Kroasia)
Atas dakwaan 6 jenis pelanggaran HAM berat seperti yang diatur dalam Konvensi Jenewa 1949, mantan Jenderal besar tersebut kemudian dijatuhi hukuman sampai 45 tahun penjara.  Namun, pada tahun 2004, Mahkamah Kejahatan Perang untuk bekas Yugoslawia, dalam sidang banding melonggarkan sanksi terhadap mantan Jendral Bosnia-Kroasia, Tihomir Blaskic. Tadinya Blaskic djatuhi hukuman 45 tahun penjara. Sekarang majelis hakim menurunkan sanksinya menjadi 9 tahun penjara. Dalam kebanyakan butir-butir gugatan, Blaskic dinyatakan tidak bersalah. Pada instansi pertama, Blaskic dijatuhi hukuman 45 tahun penjara dengan tuduhan memerintahkan serangan terhadap masyarakat sipil. Para pengacaranya kemudian mengajukan naik banding dan menyatakan kliennya tidak bersalah[5].
b.      Anto Furundzija (Komandan Lokal)
Atas pelanggaran hukum yang dilakukannya, ia dijatuhi hukuman 10 tahun penjara pada putusan pertama dan 8 tahun penjara pada putusan akhir, dan harus segera menjalankannya.
c.       Zlatko Aleksovski (Komandan penjara)
Ia dinyatakan bersalah karena telah membantu dan bersekongkol (aiding and abetting) dalam perkara ini. Sidan banding (appeals chamber) menaikkan hukumannya menjadi 7 tahun penjara.

d.      Mario Cerkez (Mantan komandan brigade)
Ia didakwa melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan, pelanggaran terhadap hukum atau kebiasaa perang (laws or customs of war) dan pelanggaran berat terhadap Konvensi Jenewa 1949. Cerkez dijatuhi hukuman 5 tahun penjara.
e.       Drago Josipovic (Tentara HVO)
Ia didakwa oleh sidang pengadilan atas penganiyaan, pembunuhan, dan tindakan tidak manusiawi seperti kejahatan terhadap kemanusiaan. Ia dijatuhi hukuman 10, 15, dan 10 tahun penjara. Sidan banding menyetujui permohonan bandingnya dan mengurangi hukumannya menjadi 12 tahun penjara.
f.        Dario Kordic (Pemimpin Regional)
Ia didakwa melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan, serta pelanggaran berat terhadap Konvensi Jenewa 1949. Ia dijatuhi hukuman selama 25 tahun penjara atas dakwaan tersebut.

C. Hubungan Bilateral (Serbia-Bosnia)
Menjelang akhir tahun 1995 dimana semua perundingan perdamaian menemui jalan buntu, Uni Eropa akhirnya ikut berpartisipasi dalam dalam proses perdamaian yang terjadi di Bosnia. Masyarakat Uni Eropa mencoba mengajak kedua belah pihak yang bertikai untuk mau melakukan perundingan guna menyelesaikan konflik tersebut. Masyarakat Uni Eropa menjadi mediator perundingan antara Serbia dan juga Bosnia dalam perundingan Lissabon yang dilaksanankan pada tahun 1992 guna mencari solusi kedua belah pihak dalam menyelesaikan konflik tersebut. Dalam perjanjian ini kedua belah pihak sepakat menjadikan Bosnia sebagai negara Federasi yang terdiri dari tiga etnis dan memiliki wilayah masing-masing dari etnis tersebut. Yaitu, etnis Muslim Bosnia, etnis Serbia, dan etnis Kroat Kroasia. Namun perjanjian ini juga belum mampu menghentikan kekerasan yang terjadi di Bosnia. Karena ledakan yang terjadi di Sarajevo tersebut menyebabkan pihak Bosnia masih merasa terancam walaupun telah terjadi kesepakatan.
Setelah upaya-upaya yang dilakukan oleh PBB, Uni Eropa Maupun negara-negara lainnya mengalami kegagalan dalam kurun waktu 1992 hingga 1994. Maka pada bulan Mei tahun 1995 pakta keamanan atlantik (NATO) mengambil keputusan untuk melakukan invasi militer ke wilayah Serbia. Invasi ini mendapatkan dukungan dari PBB dan Uni Eropa serta Amerika Serikat guna memaksa Serbia untuk kembali melakukan perundingan dalam upaya menyeesaikan konflik di wilayah tersebut. Akhirnya pada bulan November tahun 1995 Serbia dan Bosnia kembali berunding dan melakukan perjanjian di Dayton Amerika Serikat. Perjanjian ini merupakan puncak dari semua perjanjian yang telah diupayakan PBB,
Pertemuan tersebut berlangsung sejak 1 November hingga 2 November 1995. Peserta utamanya adalah presiden Serbia, Slobodan Milošević, presiden Kroasia, Franjo Tuđman, presiden Bosnia, Alija Izetbegović, kepala negosiator Amerika, Richard Holbrooke dan Jenderal Wesley Clark.Persetujuannya ditanda tangani di Paris, Perancis pada 14 Desember. Pembagian politik Bosnia-Herzegovina saat ini dan struktur pemerintahannya merupakan hasil persetujuan dari Perjanjian Dayton.
Hasil perundingan Dayton berisi antara lain sebagai berikut :
· Bosnia Herzegovina tetap sebagai negara tunggal secara internasional
· Ibukota Sarajevo tetap bersatu di bawah federasi muslim Bosnia
· Penjahat perang seperti yang telah ditetapkan mahkamah internasional tidak boleh memegang jabatan.
· Pengungsi berhak kembali ke tempatnya
· Pelaksanaan pemilu menunggu perjanjian Paris[6]
Setelah perang Bosnia berakhir, hubungan keduanya berangsur membaik terbukti dengan sikap Serbia yang menyerahkan penjahat perangnya, Ratko Mladic untuk diadili di mahkamah internasional atas tindakan selama perang. Hal ini menunjukkan komitmen Serbia atas perdamaian dengan Bosnia dan membuktikan bahwa Serbia tidak melindungi kelompoknya sendiri demi tercapainya perdamaian di kawasan. Selain itu letak geografis keduanya yang berada di benua Eropa membuat Serbia dan Bosnia sama-sama menginginkan status keanggotaan Uni Eropa sehingga keduanya diharuskan bekerjasama untuk meneruskan hubungan kerja yang lebih dinamis dan masing-masing negara akan mendukung satu sama lain dalam upaya mereka masing-masing menuju integrasi Eropa yang lebih besar.
Perkembangan terkini, pada awal tahun 2012 dicapai  kesepakatan antara kedua belah pihak untuk mengijinkan konsulat dari satu negara memberi layanan kepada warga pihak lainnya di daerah-daerah dimana hanya satu negara yang punya perwakilan[7].

D. Infratruktur
Sesuai dengan isi perjanjian Dayton yang menyebutkan Bosnia adalah sebuah negara tunggal secara internasional, maka secara otomatis Bosnia berhak menentukan nasibnya sendiri. Namun kondisi perang yang meluluhlantakkan hampir 80% infrastrukturnya membuat Bosnia menjadi salah satu Negara termiskin di semenanjung Baltik.   Sebelumnya selama Bosnia berada dibawah Yugoslavia, Bosnia Herzegovina termasuk negara yang paling miskin dibandingkan negara-negara bagian lain. Kondisi ini kemudian diperparah oleh konflik etnis dengan Serbia.
Untuk memulihkan kondisi perekonomiannya, Bosnia masih mengandalkan bantuan-bantuan dari luar negeri seperti Bank Pembanguanan Islam (IDB) yang saat itu telah mendirikan Bank Internasional Bosnia pada September 2000. Bank tersebut dibentuk atas modal dasar sebesar 300 juta dolar AS dengan modal yang disetor sebesar 60 juta dolar AS. Modal tersebut antara lain berasal dari IDB serta bank Islam lainnya sebagai pendiri seperti Bank Islam Abu Dhabi, Bank Islam Dubai, Bank Islam Bahrain serta dari investor swasta muslim lainnya.



BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Perang Yugoslavia, yang berawalan pada tahun 1990an, telah memberikan beberapa akibat seperti terpecahnya Yugoslavia menjadi beberapa Negara , seperti Serbia dan Bosnia, serta terlaksananya beberapa pelanggaran HHI sesuai dengan konvensi Jenewa oleh beberapa aktor penjahat Internasional yang pada umumnya juga merupakan komandan seperti Zlatko Aleksovski (komandan penjara) dan Jenderal Tihomir Blaskic (komandan dewan pertahanan kroasia). Pelanggaran HHI terbesar yang dilakukan adalah ketika terjadinya konflik Serbia – Bosnia, dimana Bosnia ingin memerdekakan negaranya dari kedaulatan Serbia yang semenjak itu berhasil merdeka dari Yugoslavia, yang tidak disetujui oleh pihak Serbia. Akibatnya, sekitar dua ratus ribu korban terbunuh. Meskipun konflik tersebut sudah dapat diselesaikan dan para pelanggar HHI sudah dapat diadili di International Court of Justice, dampak yang diberikan akibat dari perang Yugoslavia, khususnya dari konflik Serbia – Bosnia, cukup besar terhadap stabilitas keamanan global. Kasus ini juga merupakan bukti yang cukup nyata bahwa keinginan untuk memiliki power, memperluas itu kekuasaan, serta menjajahi pihak yang powerless atau yang lemah masih ada. Semoga hal seperti ini tidak akan terulang lagi di masa yang akan datang.


 

DAFTAR PUSTAKA

Human Rights Watch. 2007. Genosida Kejahatan Perang dan Kejahatan Terhadap Kemanusiaan : Saripati Kasus-kasus Pelanggaran HAM Berat dalam Pengadilan Pidana Internasional untuk Bekas Negara Yugoslavia. Jakarta : ELSAM.
Statuta International Criminal Tribunal for the former Yugoslavia (ICTY) Article 2 Grave breaches of the Geneva Conventions of 1949.
Direktorat Jenderal Hukum dan Perundang-undangan. 2003. Terjemahan Konvensi Jenewa 1949. Jakarta : Departemen Kehakiman. hal,100
ICTY,” The Prosecutor of the Tribunal Against Tihomir Blaskic”, online, http://un.org/icty/indictment.com, diakses tanggal 29 April 2012
Deutsche Welle, “ Keringanan Hukuman untuk Mantan Jenderal Bosnia-Kroasia”, online, http://www.dw-world.de, diakses tanggal 29 April 2012.
Tribunnews “hubungan bilateral Serbia-Bosnia mencapai babak baru” diakses tanggal 29 April 2012



[1]Nurkhoolis Ridho,”Konflik antar Bosnia dan Serbia Pada Tahun 1991”, online, http://sejarah.kompasiana.com, diakses tanggal 24 Desember 2010.

[2]ICTY,” The Prosecutor of the Tribunal Against Tihomir Blaskic”, online, http://un.org/icty/indictment.com, diakses tanggal 24 Desember 2010.
[3] Statuta International Criminal Tribunal for the former Yugoslavia (ICTY) Article 2 Grave breaches of the Geneva Conventions of 1949.

[4] Direktorat Jenderal Hukum dan Perundang-undangan. 2003. Terjemahan Konvensi Jenewa 1949. Jakarta : Departemen Kehakiman. hal,100.

[5]Deutsche Welle, “ Keringanan Hukuman untuk Mantan Jenderal Bosnia-Kroasia”, online, http://www.dw-world.de, diakses tanggal 20 April 2012.
[6] Human Rights Watch. 2007. Genosida Kejahatan Perang dan Kejahatan Terhadap Kemanusiaan : Saripati Kasus-kasus Pelanggaran HAM Berat dalam Pengadilan Pidana Internasional untuk Bekas Negara Yugoslavia. Jakarta : ELSAM.
[7] Tribunnews “hubungan bilateral Serbia-Bosnia mencapai babak baru” diakses tanggal 29 April 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

please your comment,,,,